Bahan Kultum Tarawih, 27 Ramadhan 1439 H (12 Juni 2018)
Di Masjid Darussalam Taman Cimanggu Kota Bogor
Oleh : DR. H. Sutriyantono
Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarokaattuh
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Alloh SWT atas rahmat , karunia dan nikmat yang telah diberikan kepada kita.
Solawat dan salam marilah kita sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Alloh SWT berfirman dalam QS Ali Imron ayat 191 sbb :
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(Orang-orang yang berakal atau ulil albaab
yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka senantiasa memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Jama’ah sholat tarawih rohiimakumullah,
Judul kultum pada kesempatan ini (sesuai dengan yang sudah ditetapkan oleh panitia) adalah :
Mempertajam Kepekaan Jiwa
Pertanyaannya adalah :
Apa yang dimaksud dengan kepekaan jiwa ?
Mengapa kita perlu mempertajam kepekaan jiwa ?
Bagaimana cara mempertajam kepekaan jiwa ?
Jama’ah sholat tarawih rohiimakumullah,
Alloh SWT telah menciptakan manusia dengan akalnya yang dapat digunakan untuk bertafakur atau berfikir. Bertafakur dalam menghayati kebesaran Alloh SWT dengan berbagai ciptaan-Nya.
Manusia tanpa akal, tidak mungkin dapat mengerti apa yang dilihat, didengar, dicium, dirasakan dan diraba. Apa yang ada di akal berhubungan dengan apa yang berada di dalam jiwanya.
Apabila seseorang menangis, mata meneteskan ‘air mata’, tetapi jiwa orang tersebut merasakan gejolak yang tidak dapat dihentikan oleh akalnya.
Apa yang ada di lahiriah berdampak terhadap apa yang ada di jiwa.
Kesadaran akan keberadaan seseorang di dalam jiwanya adalah sebuah nilai kepekaan.
Alloh SWT akan memberikan cobaan kepada orang beriman untuk mengetahui bagaimana dengan keberadaan jiwanya bila diuji dengan penderitaan yang diketahui oleh akalnya.
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(QS Al Baqoroh ayat 155)
Dalam menjalani cobaan tersebut, bilamana akalnya tak pernah menjalin komunikasi dengan jiwanya, maka orang tersebut akan mudah terperdaya oleh hawa nafsu dan godaan syeitan yang menghasut pikirannya. Apabila jiwa seseorang tidak peka, maka akal takkan mampu menahan rayuan syeitan dan hawa nafsunya.
Kepekaan jiwa yang dimiliki orang beriman akan membantu akal untuk tidak menuruti ajakan syeitan dan hawa nafsunya
Jadi kepekaan jiwa adalah kesadaran akan keberadaan seseorang di dalam jiwanya dalam mengendalikan akalnya untuk tidak terperdaya oleh hawa nafsu dan godaan syeitan yang senantiasa mencoba menghasut pikirannya.
(pengertian / definisi menurut penulis dalam rangka menyamakan persepsi)
Aqal dan nafsu itu terletak di dalam qolbu. Qolbu dalam arti jasmani adalah organ jantung manusia.
Aqal itu ibarat kusir yang mengendalikan nafsu.
Qolbu dalam bahasa arab artinya jantung. Menurut Imam Al-ghozali, perenungan itu dilakukan mulai dari qolbu yang berpusat di dada, bukan dilakukan melalui pemikiran (al-fikri) dalam otak kepala.
Dalam QS. Al-hajj ayat 46 dijelaskan , bahwa qulub atau qolbun itu letaknya fis shuduur, di dalam dada, dan yang ada di dada itu adalah jantung (heart), bukan fisik hati / liver, yang berada di bawah dada, di atas perut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk, ketahuilah segumpal daging tersebut adalah “Qolbu”.
(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599)
Dalam Al Qur’an di jelaskan bahwa sesungguhnya ilmu itu letaknya di jantung qolbun fis shuduur, ilmu itu mencakup aqal dan nafsu.
Dalam jantung, ada syaraf-syaraf yang tersambung ke otak. Otak sendiri ada dua bagian, yaitu otak kanan yang disebut EQ, tempat syaraf emosional, seperti marah, sedih, senang, takut, dll. Disinilah yang menghubungkan dengan nafsu yang berpusat di jantung. Yang kedua yaitu otak kiri yang menghubungkan syaraf memori, kecerdasan, berfikir, daya ingat, rasional, yang disebut IQ, pusat intelegensi, di sinilah pusat aqal yang berhubungan dengan syaraf di jantung.
Otak, mata, telinga, mulut, itu hanyalah peralatan yang berupa raga yang dikendalikan oleh aqal dan nafsu yang terletak dalam jantung qolbu.
Jantung adalah pusat segala energi yang ada, detakan jantung itu tidaklah bekerja otomatis, tapi di kendalikan oleh Sang Maha Pengendali, yaitu Alloh SWT
Di dalam Al-Qur’an disebutkan 3 tingkatan nafsu manusia, yaitu nafsu ammarah (Q.S. Yusuf: 53) , nafsu lawwamah (Q.S. Al-Qiyamah: 1–2) dan nafsu mutmainah (Q.S. Al-Fajri: 27-30)
Nafsu Amarah adalah potensi/dorongan/hasrat/nafsu yang belum terkendali.
Nafsu Lawwamah adalah potensi/dorongan/hasrat/nafsu yang berusaha dikendalikan sesuai perintah Alloh.
Manusia yang memiliki nafsu lawwamah mereka akan labil. Di satu saat dia mengikuti akalnya, di saat yang lain dia mengikuti nafsunya. Namun kecenderungannya dia akan mengikuti nafsunya lebih besar daripada akalnya.
Nafsu Mutmainah adalah potensi/dorongan/hasrat/nafsu yang sudah terkendali/sesuai perintah Alloh SWT.
Manusia yang memiliki nafsu mutmainah nafsunya akan selalu mengikuti akalnya sehingga ia selalu berhati-hati tidak terburu-buru dan gegabah menuruti keinginan nafsunya. Manusia inilah yang diseru Alloh untuk memasuki surga-Nya. Subhanallah, alangkah indahnya manusia yang memiliki nafsu mutmainah, bahkan Alloh SWT pun memanggil mereka untuk masuk dalam surga-Nya.
Sedangkan untuk Ruh / Jiwa, Alloh SWT berfirman dalam QS. Al-Isra ayat 85 :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.
Ruh ibarat Energi, ruh dalam lafadz arab, berasal dari kata “riih” رياح yang maknanya angin.
Jadi raga itu di kendalikan oleh aqal dan nafsu yang terletak dalam qolbu yang dapat hidup karena ada ruh dengan kuasa Alloh SWT.
Mengapa kita perlu mempertajam kepekaan jiwa, karena ketidakpekaan jiwa akan dapat merusak aqal untuk bertafakur atas segala ciptaan Alloh SWT. Aqal yang seharusnya cerdas menangkap apa yang diterima panca indera, menjadi lemah apabila jiwanya tidak peka.
Orang yang memiliki kepekaan jiwa akan mampu menangkap isyarat positif dari berbagai peristiwa yang terjadi baik pada masa lalu maupun masa kini.
Orang yang beriman akan mengalami cobaan atau ujian sehingga derajatnya meningkat. Dari predikat mukminin (beriman) menjadi muttaqin (taqwa) untuk kemudian menjadi sholihin (sholih) yang tinggi kedudukannya disisi-Alloh SWT. Para Nabi dan Rasul adalah hamba-hamba Alloh SWT yang senantiasa mendapat ujian.
Jadi kita perlu mempertajam kepekaan jiwa agar kita memperoleh kedudukan yang tinggi disisi Alloh SWT
Bagaimana cara mempertajam kepekaan jiwa, yaitu dengan senantiasa mengingat bahwa seorang manusia sesungguhnya makhluk yang lemah tak berdaya. Meskipun orang tersebut dianggap berakal cerdas, tetapi sebenarnya hanyalah pemberian dari Alloh SWT. Dia-lah Yang Maha Pencipta yang menjadikan akal seseorang menjadi cerdas.
Salah satu syarat untuk dapat memiliki kepekaan jiwa yang tajam yaitu memiliki perasaan rendah hati (atawdhu’).
Seseorang akan menjadi lemah apabila jiwanya tidak mengingat Alloh SWT.
Kepekaan jiwa sangat ditentukan bagaimana seseorang merasakan bahwa ia hanyalah makhluk yang sangat membutuhkan pertolongan Alloh SWT.
Membutuhkan Alloh berarti bergantung hanya kepada-Nya.
اللَّهُ الصَّمَدُ
Alloh adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
(QS Al Ikhlas ayat 2)
Dengan begitu seseorang akan menjadi kuat karena menyandarkan kepada Dia Yang Maha Perkasa.
Orang-orang yang berakal (ulil albaab) senantiasa mengingat Alloh SWT, baik di dalam sholat, disaat duduk, berdiri dan berbaring sepanjang orang tersebut hidup di dunia.
Jika seorang beriman melakukannya, maka Alloh Maha Mendengar seruan/ dzikir orang tersebut.
Seorang manusia yang beriman senantiasa mengingat Alloh SWT bahwa Dia lah Alloh Yang Maha Pencipta. Asma-Nya sangat mulia untuk diseru setiap tarikan nafasnya.
Jadi dengan senantiasa berdzikir mengingat Alloh SWT, rendah hati (atawdhu’) dan bersandar kepada Alloh SWT akan dapat mempertajam kepekaan jiwa kita.
Jama’ah sholat tarawih rohiimakumullah,
Ibadah yang juga bermanfaat dalam mempertajam kepekaan jiwa antara lain adalah sbb :
1. Sholat dan Zikir
Sholat dan Zikir yang bagaimana ?
Sholat merupakan bentuk ibadah paling utama dibandingkan dengan ibadah yang lain, karena sholat adalah suatu sarana yang paling wara’ (sangat hati-hati) dalam berhubungan dengan Alloh SWT.
Keutamaan sholat dipertegas oleh Alloh SWT dalam QS. Al-‘Ankabut ayat 45 sbb :
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Alloh (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Alloh mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Keutamaan sholat dapat dirasakan oleh jiwa seseorang yang beriman.
Bagaimanakah keutamaan sholat itu dapat dirasakan oleh jiwa orang beriman?
Yaitu pada saat orang beriman mendirikan sholat sebagaimana yang seharusnya, dimana sholat yang seharusnya adalah merasakan kehadiran Alloh ada di hadapannya, maka jiwa orang beriman tersebut akan merasakan kehadiran-Nya.
Sholat yang dapat dirasakan nilai keutamaannya apabila seorang beriman menyandarkannya kepada jiwa atau hati atau ruhnya. Kepekaan jiwa lahir karena seseorang sangat mendambakan kebenaran Alloh di dalam jiwanya.
Sholat juga disebut sebagai ibadah untuk mengingat Alloh. Maka, sholat dengan mengingat Alloh yang diperkuat dengan zikir kepada-Nya akan mempertajam jiwa seorang mukmin yang meyakini kebenaran ayat-ayat-Nya.
Sholat itu untuk mengingat Aku, kata Alloh (Tuhan Yang Maha Esa). Kemudian berzikir sebanyak-banyaknya di saat menyadari bahwa tarikan nafasnya sangat berharga dalam kehidupannya.
Jadi sholat dan dzikir yang benar merupakan salah satu cara mempertajam kepekaan jiwa
2. Ibadah Puasa
Ibadah Puasa yang bagaimana?
Manusia adalah makhluk dua dimensi, jasmaniah dan ruhaniah, mengandung dua unsur, yaitu basyariah dan insaniah, yang memiliki potensi untuk berhubungan dengan dunia material dan dunia spiritual.
Kesempurnaan manusia sebagai hamba Alloh yang mulia ditentukan oleh kemampuan dalam mengasah dan mengembangkan potensi tersebut secara seimbang.
Ibadah puasa Ramadhan merupakan cara Alloh SWT mengajarkan kepada manusia untuk mengembangkan potensi tersebut secara seimbang agar hidupnya terang dan bahagia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).
Ketika puasa itu tiba, maka kebaikan akan mudah dilakukan. Kejahatan dan maksiat akan semakin berkurang karena saat itu pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup, setan pun terbelenggu.
Pada bulan Ramadhan, jiwa lebih condong pada kebaikan dan amalan shalih, begitu pula kejelekan pun berkurang, sedangkan setan itu diikat berarti mereka tidaklah mampu melakukan maksiat sebagaimana ketika tidak berpuasa. Namun maksiat masih bisa terjadi karena hawa nafsu atau syahwat. Ketika syahwat itu ditahan, maka setan-setan pun terbelenggu.
Karena terbuka lebarnya pintu kebaikan ini, pahala kebaikan akan dilipat gandakan.
Sebagai muslim sudah lama kita beribadah dengan ritual sholat setiap hari dan puasa selama sebulan, sekali dalam setahun.
Bagi yang pernah mendaki gunung, saat kita menggenggam batu tentu akan terasa keras, bila kita tanya diri sendiri apakah hati kita juga sekeras itu.
Alloh SWT berfirman dalam QS Al Hasyr ayat 21 sbb :
لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini di atas sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya gunung itu hancur tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Alloh SWT. Dan perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
Ternyata, selama ini hati kita tidak bergetar, jiwa kita tidak tercambuk dengan perintah puasa dalam QS. Al Baqarah ayat 183 yang sudah sering kita baca dan kita dengar. Oleh sebab itu, perintah puasa mustinya juga disadari bagi setiap diri kita untuk melatih jiwa dengan mengekang hawa nafsu dan mengasah kepekaan jiwa.
Jama’ah sholat tarawih rohiimakumullah,
Menurut sejarah, orang-orang sholeh terdahulu, meraih kemuliaan, ketajaman spiritual dan keluhuran peradaban disebabkan mereka telah membiasakan puasa dan semangat berkarya yang luar biasa. Karya besar yang terbaik selalu dihasilkan dari otak yang cerdas dan hati yang bersih.
Dalam QS Al Alaq yang merupakan ayat Al Quran yang pertama kali turun, Alloh SWT memerintahkan kepada kita untuk ‘tidak sekedar membaca’ tapi juga ‘memahami’ akan apa yang yang ada disekeliling kita. Alloh mengenalkan diri-Nya sebagai Rabb semesta alam dalam ayat pertama QS Al Alaq:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan
Perintah puasa dalam kalimat (firman Alloh) di QS. Al Baqoroh ayat 183 berbetuk kalimat pasif, tanpa menyebutkan siapa yang mewajibkan puasa,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa
Puasa yang dilakukan semua generasi manusia bersumber dari perintah Alloh disamping dari kesadaran diri mereka sendiri.
Ujung ayat di atas menunjukkan untuk apa berpuasa. Yaitu agar menjadi pribadi yang bertaqwa. Pribadi yang bertaqwa tercermin dalam kehidupannya yang tidak pernah putus hubungannya dengan Alloh, kerendahan hati, kepekaan sosial, kejujuran, dan optimismenya dalam menjalani kehidupan di tengah masyarakat.
Untuk membentuk pribadi unggul dan berkualitas, dalam beribadah puasa perlu memperhatikan etika puasa, antara lain menyertakan semua panca indera untuk berpuasa. Puasa harus dilakukan secara bersamaan antara puasa perut, puasa di atas perut dan puasa di bawah perut yaitu hati, kepala dan nafsu seksual.
Etika puasa lainnya, misalnya makanan yang halal saat sahur dan berbuka, hindari perilaku mubadzir, perbanyak sodaqoh, silaturahmi, sholat tarawih, dan lain sebagainya.
Jadi melaksanakan ibadah puasa dengan benar dengan kesadaran diri dan jiwa yang ikhlas juga merupakan salah satu cara mempertajam kepekaan jiwa.
Semoga kita dapat meraih predikat taqwa dan pribadi yang sholeh, sebagaimana tujuan utama puasa, la’allakum tattaqun.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Subhaanaka Allaahumma wabihamdika asyhadu an laa-ilaaha illaa anta astaghfiruka wa-atuubu ilaik
Demikian kultum yang dapat kami sampaikan semoga ada manfaatnya, terimakasih atas perhatiannya , mohon maaf atas segala kekurangan
Billahi taufik wal hidayah ,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Bogor , 12 Juni 2018
Ditulis oleh :
DR. H. Sutriyantono